Hadirnya situs jejaring sosial memberi kita kemudahan untuk berekspresi, mengemukakan emosi, dan saling berbagi informasi. Menurut psikolog Toge Aprilianto, MPsi, jejaring sosial di dunia maya telah menjadi sarana untuk menjalin relasi. Apalagi kebutuhan untuk menjalin relasi pada setiap orang berbeda-beda. Sebagai contoh, ada yang kebutuhannya bisa terpenuhi lewat sarana lain sehingga jejaring sosial tidak punya nilai manfaat yang signifikan bagi dirinya. Tapi ada pula yang kebutuhannya sangat tinggi, bahkan sampai bergantung penuh pada jejaring sosial.
Namun, menurut Toge, ada aturan main yang perlu dipatuhi ketika kita bermain jejaring sosial. Aturan ini tujuannya menjaga kesehatan pikiran sekaligus hubungan dengan orang lain. Kunci yang paling utama adalah "sepakat untuk tidak sepakat". Artinya, kita bersepakat untuk tidak saling mengganggu dan saling terbuka terhadap segala perbedaan yang ada. Dan, kita mempunyai pilihan untuk menjadikan aktivitas dunia maya sebagai sesuatu yang membantu, dan bukan malah mengganggu.
Contohnya, ketika seorang teman menyatakan cinta, sayang, dan rindu kepada pasangan melalui status. Alasannya beragam, bisa semata-mata murni luapan perasaan atau ingin memamerkan kemesraan. Cara ini akan membantu kita dan pasangan bisa saling terbuka mengenai perasaan masing-masing. Kita pun jadi bisa menilai bagaimana respons yang diberikan pasangan.
Selain bagi diri sendiri, menyatakan perasaan seperti ini ternyata juga mampu menularkan semangat positif untuk teman-teman jejaring lainnya. Buktinya, beberapa orang teman justru memberi komentar "like" dan tanggapan positif lainnya.
Sementara itu, kita juga bisa merasakan manfaat lainnya: status seperti ini dapat digunakan sebagai sarana komunikasi yang murah dan mudah jika lokasi kita dan pasangan saling berjauhan. Misalnya, jika salah satu bekerja di luar kota. Dalam keadaan ini, tentu jejaring sosial sangat membantu, terutama ketika SMS, telepon, dan e-mail terasa kurang cepat dan murah.
Namun cara ini akan mengganggu jika pasangan merupakan tipe orang yang konservatif. Yvonne Anjelina dari The Etiquette School Singapura menyebutkan, orang bertipe konservatif biasanya akan merasa risih dan kurang nyaman dengan ekspresi cinta yang dinyatakan di hadapan publik. Selain tak nyaman, mereka juga cenderung menganggapnya sebagai tindakan yang berlebihan.
Hal yang senada juga dikemukakan oleh Tyler Cowen dan Roger Scruton dari American Enterprise Institute for Public Policy Research. Hasil survei keduanya tentang jalinan relasi dituangkan ke dalam sebuah karya tulis berjudul The End of Friendship: Do Social Media Destroy Human Relationship?. Dalam tulisan ini, Cowen dan Scruton menyebutkan bahwa ekspresi cinta atau perasaan lainnya bersifat personal, sehingga tidak perlu diketahui oleh banyak orang. Apalagi, jika dituliskan terlalu sering. |