Mahmud Ahmadinejad atau bisa dibaca Ahmadinezhad adalah Presiden Iran yang keenam dan memperoleh 61.91% suara pemilih pada pilpres Iran tanggal 24 Juni 2005. Jabatan kepresidenannya dimulai pada 3 Agustus 2005. Ia pernah menjabat walikota Teheran dari 3 Mei 2003 hingga 28 Juni 2005 waktu ia terpilih sebagai presiden. Ia dikenal secara luas sebagai seorang tokoh konservatif yang sangat loyal terhadap nilai-nilai Revolusi Islam Iran, 1979.
Biografi
Lahir di daerah desa pertanian Aradan, dekat Garmsar, sekitar 120 kilometer arah tenggara Teheran pada pada 28 Oktober 1956. Dia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara, berasal dari keluarga Syiah. Orang tuanya,seorang Tukang Besi, Ahmad Saborjihan, memberi nama Mahmud Saborjihan saat lahir. Dia menggunakan nama tersebut hingga sebuah keputusan besar mendorong keluarganya untuk hijrah ke Teheran pada paruh kedua tahun 1950-an.
Di Teheran, ayahnya merubah namanya menjadi Mahmud Ahmadinejad sebagai isyarat religiusitas dan semangat mencari kehidupan yang lebih baik, karena Saborjihan dalam bahasa Parsi berarti pelukis karpet, pekerjaan yang jamak dilakukan di sentra karpet seperti Aradan, sedangkan Ahmadinejad berarti ras yang unggul, bijak dan paripurna.
Dia lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) dengan gelar doktor dalam bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportasi.
Pada tahun 1980, dia adalah ketua perwakilan IUST untuk perkumpulan mahasiswa, dan terlibat dalam pendirian Kantor untuk Pereratan Persatuan (daftar-e tahkim-e vahdat), organisasi mahasiswa yang berada di balik perebutan Kedubes Amerika Serikat yang mengakibatkan terjadinya krisis sandera Iran.
Pada masa Perang Iran-Irak, Ahmedinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam pada tahun 1986. Dia terlibat dalam misi-misi di Kirkuk, Irak. Dia kemudian menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala staf Korps di sebelah barat Iran. Setelah perang, dia bertugas sebagai wakil gubernur dan gubernur Maku dan Khoy, Penasehat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam, dan gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997.
Kesederhanaan
Ahmadinejad merupakan pemimpin yang sangat sederhana. Pernah suatu ketika ia diwawancarai TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya. “Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?” Ia menjawab “Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya: “Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran”. Sungguh pemimpin yang sangat rendah hati.
Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan, Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid2 di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
Mahmoud Ahmadinejad mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.
Di banyak kesempatan Mahmoud Ahmadinejad bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya.
Di bawah kepemimpinan Mahmoud Ahmadinejad, saat ia meminta menteri-menterinya untuk datang kepadanya dan menteri-menteri tersebut akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan-arahan darinya, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri-menterinya untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri-menteri tersebut berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.
Langkah pertama Mahmoud Ahmadinejad adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu2nya uang masuk adalah uang gaji bulanannya. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.00.
Sebagai tambahan informasi, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimiliki seorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan, Mahmoud Ahmadinejad. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.
Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa Presiden Mahmoud Ahmadinejad tiap hari selalu berisikan sarapan; roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.
Hal lain yang diubahnya adalah kebijakan tentang Pesawat Terbang Kepresidenan, Mahmoud Ahmadinejad mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat sedangkan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.
Mahmoud Ahmadinejad kerap mengadakan rapat dengan menteri-menterinya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sudah dilakukan, dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri-menterinya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi, atau hal-hal seperti itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya....
Belajar menghukum Koruptor bangsa ini harus berkaca kepada China. Ketika dilantik jadi Perdana Menteri China pada 1998, Zhu Rongji menyatakan, "Berikan saya 100 peti mati, 99 akan saya kirim untuk para koruptor. Satu buat saya sendiri jika saya pun melakukan hal itu."
Zhu tidak asal bicara. Cheng Kejie, pejabat tinggi Partai Komunis China, dihukum mati karena terlibat suap US$ 5 juta. Tanpa ampun. Permohonan banding Wakil Ketua Kongres Rakyat Nasional itu ditolak pengadilan.
Zhu di awal tugasnya mengirim peti mati kepada koleganya sendiri. Hu Chang-ging, Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi, pun kebagian peti mati itu. Ia ditembak mati setelah terbukti menerima suap berupa mobil dan permata senilai Rp 5 miliar.
Xiao Hongbo dijatuhi hukuman mati,lelaki 37 tahun yang menjabat Deputi manajer cabang Bank Konstruksi China, salah satu bank milik negara, di Dacheng, Provinsi Sichuan, itu dihukum mati karena korupsi. Xiao telah merugikan bank sebesar 4 juta yuan atau sekitar Rp 3,9 miliar sejak 1998 hingga 2001. Uang itu digunakan untuk membiayai kehidupan delapan orang pacarnya.
Xiao Hongbo satu di antara lebih dari empat ribu orang di Cina yang telah dihukum mati sejak 2001 karena terbukti melakukan kejahatan, termasuk korupsi. Angka empat ribu itu, menurut Amnesti Internasional (AI), jauh lebih kecil dari fakta sesungguhnya. AI mengutuk cara-cara Cina itu, yang mereka sebut sebagai suatu yang mengerikan. Tapi, bagi Perdana Menteri Zhu Rongji inilah jalan menyelamatkan Cina dari kehancuran. Zhu tidak main-main. Cheng Kejie, pejabat tinggi Partai Komunis Cina, dihukum mati karena menerima suap lima juta dolar AS. Tidak ada tawar-menawar. Permohonan banding wakil ketua Kongres Rakyat Nasional itu ditolak pengadilan. Bahkan istrinya, Li Ping, yang membantu suaminya meminta uang suap, dihukum penjara
Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi, Hu Chang-ging, pun tak luput dari peti mati. Hu terbukti menerima suap berupa mobil dan permata senilai Rp 5 miliar. Ratusan bahkan mungkin ribuan peti mati telah terisi, tidak hanya oleh para pejabat korup, tapi juga pengusaha, bahkan wartawan. Selama empat bulan pada 2003 lalu, 33.761 polisi dipecat. Mereka dipecat tidak hanya karena menerima suap, tapi juga berjudi, mabuk-mabukan, membawa senjata di luar tugas, dan kualitas di bawah standar.
Agaknya Zhu Rongji paham betul pepatah Cina: bunuhlah seekor ayam untuk menakuti seribu ekor kera. Dan, sejak ayam-ayam dibunuh, kera-kera menjadi takut,
Kini pertumbuhan ekonomi Cina mencapai 9 persen per tahun dengan nilai pendapatan domestic bruto sebesar 1.000 dolar AS. Cadangan devisa mereka sudah mencapai 300 miliar dolar AS.
sumber :http://old.kaskus.co.id/showthread.php?t=6876779
No comments:
Post a Comment